Penyuluhan Pajak Berbasis Sosialisasi dan Reward untuk Meningkatkan Kesadaran Wajib Pajak


Merupakan suatu kewajiban setiap warga negara untuk membela dan menjunjung tinggi harkat dan martabat negerinya. Berbagai wujud kontribusi dapat diberikan baik berupa ide, jasa dan materi demi terwujudnya kesejahteraan bagi seluruh komponen bangsa. Setiap warga negara dapat membela negaranya sesuai dengan posisi dan disiplin ilmunya masing-masing. Membela negara tidak harus dengan cara berperang. Bagi seorang pelajar, dapat turut berperan aktif membela bangsa dengan cara giat belajar dan mencapai prestasi. Bagi para pekerja, giat bekerja dengan semangat dan etos kerja yang tinggi akan mampu memberikan kontribusi terhadap kemajuan negara.

Namun ada juga wujud lain dalam membela negara yang dapat dilakukan oleh setiap warga negara yaitu membayar pajak. Sesuai amanat UUD 1945 Pasal 23, bahwa “Pajak merupakan kontribusi wajib rakyat kepada negara baik orang pribadi maupun badan hukum atau warga negara terhadap negara, dengan tidak mendapat imbalan atau kontraprestasi langsung dan digunakan untuk kepentingan negara serta untuk kemakmuran rakyat.” Sehingga dapat ditarik suatu pemahaman bahwa untuk membela negara ini tidak harus dengan cara yang sulit. Hanya dengan menyisihkan sedikit bagian dari yang telah diperoleh, akan dapat menyukseskan pembangunan yang nantinya akan memakmurkan segenap lapisan negeri. Untuk itu kesadaran akan pentingnya pajak diharapkan mampu memenuhi segenap relung jiwa bangsa ini.

Rendahnya Kesadaran Masyarakat Wajib Pajak

Jalan raya, stasiun kereta api, bandara, pelabuhan, dan fasilitas umum lainnya merupakan perwujudan dari pembangunan suatu negara. Semua itu diperuntukkan kepada seluruh penghuni yang tercatat sebagai warga negara di negara tersebut. Pembangunan suatu negara bergantung dari pajak pemerintah yang dibebankan kepada penduduknya. Demi terlaksananya pembangunan yang juga diperuntukkan untuk rakyat ini, rakyat diwajibkan membayarkan pajak yang dipilah-pilah khusus sesuai dengan tanggungannya masing-masing.

Pajak yang berhasil dikumpulkan oleh pemerintah akan dijadikan sebagai salah satu sumber dana untuk membiayai pembangunan dan sumber investasi. Penghasilan pajak juga digunakan untuk pembiayaan dalam rangka memberikan rasa aman bagi seluruh lapisan masyarakat. Setiap warga negara mulai saat dilahirkan sampai dengan meninggal dunia, menikmati fasilitas atau pelayanan dari pemerintah yang semuanya dibiayai dengan uang yang berasal dari pajak. Dengan demikian jelas bahwa peranan penerimaan pajak bagi suatu negara menjadi sangat dominan dalam menunjang jalannya roda pemerintahan dan pembiayaan pembangunan. Disamping fungsi budgeter (fungsi penerimaan), pajak juga melaksanakan fungsi redistribusi pendapatan dari masyarakat yang mempunyai kemampuan ekonomi yang lebih tinggi kepada masyarakat yang kemampuannya lebih rendah.

Kebijakan pemerintah tentang perpajakan telah mengalami perubahan berkali-kali sesuai dengan perkembangan ekonomi di negara ini. Langkah Pemerintah untuk menaikan target pendapatan dari sektor pajak adalah hal yang wajar. Mulai tahun 2008 pemerintah telah berusaha untuk terus meningkatkan penerimaan pajaknya melalui dua cara yaitu yang pertama, Itensifikasi pemungutan pajak yaitu pajak yang diarahkan sebagai upaya meningkatkan penerimaan dari sumber pajak yang telah ada. Kedua, extensifikasi yaitu upaya pemerintah meningkatkan penerimaan pajak dengan jalan memperluas basis pajak. Kedua cara ini baru berhasil apabila didukung oleh administrasi pajak yang baik dan meningkatnya kesadaran dari masyarakat akan kewajibannya.

Kondisi perpajakan di Indonesia, adalah pada saat ini pajak menyumbang 75% porsi penerimaan negara, kalau bukan dari masyarakat, siapa lagi yang bisa membiayai negara ini, siapa yang membayar gaji para PNS yang jumlahnya ratusan ribu jiwa, siapa yang membiayai pendidikan, subsidi BBM, melunasi hutang luar negeri, membangun sarana dan prasarana, dan lain sebagainya. Namun pada kenyataannya di Indonesia yang sejak tahun 2005 memiliki NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak) baru sekitar 7 juta orang. Bandingkan dengan jumlah penduduknya yang mencapai 230 juta orang, itu artinya baru 3% penduduk Indonesia yang memiliki kesadaran membayar pajak. Dari jumlah itu mungkin yang benar-benar melaporkan pajaknya dengan jujur dan sesuai dengan kenyataannya hanya 50%nya saja. Jadi hanya 1,5% penduduk Indonesia yang memang benar-benar sadar akan kepentingan pajak bagi negara.

Kurangnya kesadaran dalam pembayaran pajak ini dikuatkan oleh fakta yaitu Direktur Jenderal Pajak, Muhammad Tjiptardjo menyampaikan bahwa penerimaan pajak sampai dengan September ataupun triwulan ketiga di tahun 2009 ini sebesar Rp 377,8 triliun, ini baru tercapai 92,82 persen dari target. Bila dibandingkan dengan periode yang sama pada 2008 lalu, pada kali ini terdapat penurunan. Sebab, pada tahun lalu mencapai Rp 412,8 triliun (pajakonline.net).

Hal ini dapat dikarenakan kecenderungan masyarakat yang merasa terpaksa untuk membayar pajak. Tidak ada rasa sadar yang muncul dari diri sendiri untuk senantiasa membangun negara. Orang baru terpikir untuk membayar pajak saat merasa butuh, misalnya butuh NPWP untuk kepentingan tender, atau butuh NPWP agar tidak terkena fiskal. Sedikit sekali yang mengurus NPWP karena merasa peduli terhadap nasib bangsa.

Temuan yang dilakukan oleh Widayati 2008 melalui penelitian  tentang kesadaran membayar pajak menunjukkan kurangnya tingkat pemahaman responden terhadap beberapa ketentuan yang tertuang di dalam Ketentuan Umum dan tatacara perpajakan KUP. Ketidakpahaman wajib pajak terhadap berbagai ketentuan yang ada dalam NPWP menjadikan wajib pajak tersebut memilih untuk tidak ber NPWP dengan berbagai alasan. Dari alasan-alasan yang dikemukakan oleh responden menunjukkan bahwa kesadaran responden untuk membayar pajak memang masih rendah. Selain itu kekhawatiran akan penyalahgunaan uang pajak seringkali menjadi pemikiran masyarakat. Bagaimana pajak itu akan dikelola dan ke mana uang pajak itu akan disalurkan, mengingat timbal balik yang diberikan kepada masyarakat dianggap kurang.

Keadaan ini sangat berbeda jika dibandingkan dengan negara lain. Sejenak menengok ke dalam sistem perpajakan di Negara Paman Sam. Sistem pembayaran pajak yang seolah-olah merupakan sosok menakutkan menjadi semacam hal biasa yang memang sudah seharusnya dipenuhi oleh setiap warga negara. Amerika Serikat merupakan salah satu negara yang bukan hanya menjadikan setoran pajak yang penting, melainkan juga menjadikan pembayar pajaknya (tax payer) selalu menjadi isu sentral. Jumlah pembayar pajak sangat besar sekitar 130 juta, sedangkan seluruh penduduk baik warga negara maupun pemegang kartu izin tinggal tetap secara otomatis akan memiliki nomor pokok pajak (SSN= social security number). Bagi bayi yang baru dilahirkan akan menerima via pos kartu SSN dari kantor pusatnya di Kota Baltimore, negara bagian Maryland (MD) setelah 2 minggu kelahirannya. Demikian pula bagi para imigran dan yang berizin tinggal tetap lainnya, serta mahasiswa internasional, memiliki kartu SSN merupakan top priority yang harus didapat.

Pembayar pajak selain melaksanakan kewajibanya, juga memperoleh jaminan kesejahteraan dari uang yang dibayarkannya kepada negara. Dari pajak yang dibayarkan, 7,65% disisihkan dan dikelola oleh Social Security Administration untuk jaminan hari tua (retirement benefits) dan asuransi kesehatan (medicare) bagi pembayar pajak. 4,2 % dikumpulkan dan dikelola oleh pemerintah negara bagian untuk dana tunjangan hidup dan biaya pelatihan saat terjadi PHK. Manfaat membayar pajak dapat juga dinikmati bagi yang mengalami kecelakaan dan kematian/janda melalui program SDI (State Disability Insurance= Asuransi Kecelakaan dari Negara Bagian). Melalui berbagai kebijaksanaan ini, maka peraturan, penggunaan pajak dan pungutan benar-benar terarah dan dikelola secara jujur dan profesional. Pemerintah dan rakyat saling percaya dan saling mendukung.

Sangat terlihat bagaimana pajak menjadi center of country life yang memberikan nafas bagi seluruh aktifitas negara. Betapa diagungkan dan sangat diistimewakan segala yang berkaitan dengan pajak mulai dari pelayanan, peraturan perpajakan, distribusi, hingga ke pembayar pajak itu sendiri. Belajar dari hal tersebut perlulah kiranya negara ini mencontoh kebijakan yang diterapkan oleh negara lain dengan inovasi yang sedikit berbeda tentunya. Dengan harapan mampu meningkatkan kesadaran masyarakat seutuhnya, sehingga tidak ada lagi adanya keterpaksaan, ketidakpahaman terhadap prosedur, serta kekhawatiran akan penggunaan pajak itu sendiri oleh pemerintah.

Socialization and Reward for Conciousness

Kelancaran dalam sistem perpajakan sangat bergantung pada sisi internal dan eksternal. Internal datang dari pelayanan dari pemerintah, dan eksternal berasal dari tingkat kesadaran masyarakat untuk membayar pajak. Karena pembayar pajak tidak menerima imbalan secara langsung, maka pajak harus dikelola dengan baik. Melalui administrasi pengelolaan pajak yang baik diharapkan mampu membangun kepercayaan masyarakat bahwa pajak pada akhirnya akan dikembalikan kepada masyarakat pula.

Ada konsep terbaru yang mencoba digalakkan oleh pemerintah Indonesia dari sisi Internal yaitu konsep modernisasi pajak yang berupa pelayanan prima dan pengawasan intensif dengan pelaksanaan good governance. Tujuannya, meningkatkan kepatuhan pajak. Juga meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap administrasi perpajakan, serta produktivitas pegawai pajak yang tinggi. Hal mendasar dalam modernisasi pajak adalah terjadinya perubahan paradigma perpajakan. Dari semula berbasis jenis pajak, sehingga terkesan ada dikotomi, menjadi berbasis fungsi. Lebih mengedepankan aspek pelayanan kepada masyarakat. Kemudian didukung oleh fungsi pengawasan, pemeriksaan, maupun penagihan pajak.

Namun konsep ini akan kurang maksimal apabila eksternal masyarakat tidak terlebih dahulu diberi stimulus untuk menyukai membayar pajak. Mencoba menghilangkan kesan negatif, perlu kiranya diadakan suatu metode yang dapat dirasakan secara langsung oleh masyarakat. Metode yang dapat dilakukan berbasis pada sosialisasi dan timbak balik bagi masyarakat. Sosialisasi dapat dilakukan melalui media elektronik dan media cetak. Dengan frekuensi informasi yang begitu sering diterima oleh masyarakat dapat secara perlahan merubah mindset masyarakat tentang pajak ke arah yang positif.

Sosialisasi dapat pula dilakukan dalam bentuk pengarahan secara langsung ke masyarakat melalui pendekatan ke masing-masing kecamatan, desa, sampai RT/RW. Sosialisasi ini berupa penyuluhan secara langsung kepada masyarakat di mana telah ada utusan khusus yang bertugas memberikan penyuluhan kepada masyarakat terkait pentingnya pajak. Layaknya penyuluhan yang telah umum seperti penyuluhan di bidang kesehatan, penyuluhan di bidang peternakan dan pertanian.

Dalam pelaksanaannya penyuluhan dapat dilakukan pada kegiatan yang biasa ada di masyarakat. Misalnya pengajian rutin, kerja bakti, pertemuan karang taruna, dan kegiatan masyarakat lain. Menyisipkan metode ini ke lingkungan sekolah juga dirasa cukup efektif untuk menumbuhkan jiwa sadar akan pajak sejak dini.

Dalam penyuluhan ini terdapat 4 poin yang harus ditekankan yaitu, pemahaman, pelaporan, pengawasan dan persuasif. Pemahaman merupakan poin yang harus diperoleh oleh masyarakat, di mana masyarakat harus mengerti apa itu pajak, bagaimana prosedurnya, serta untuk apa nantinya pajak itu. Pelaporan merupakan suatu keharusan yang dilakukan oleh penyuluh yaitu dengan menjelaskan uang pajak berasal dari mana saja, dikelola oleh siapa, diperuntukkan untuk apa saja dan dijelaskan secara konkret contoh yang telah ada di masyarakat.

Untuk poin persuasif, merupakan cara untuk mempengaruhi dan mengajak masyarakat. Metode persuade dapat disisipkan dalam poin ini. Metode ini dapat menekankan kepada siapa yang dapat membayar, terlebih juga yang dapat mengajak orang lain untuk membayar, maka akan ada reward tersendiri bagi si pengajak. Semacam menciptakan suatu link system dalam pembayaran pajak ini.

Misalnya saja si A membayar pajak dan dia mampu mengajak si B untuk membayar pajak, maka si A akan mendapatkan reward dibebaskan dari sanksi telat membayar pajak. Hal ini dapat berlaku apabila si A terus mengajak orang lain membayar pajak sampai memiliki 5 cabang atau lebih, maka si A akan mendapatkan reward berupa pemotongan pembayaran pajak misalnya sebesar 2%. Begitu pula si B, apabila dia mengajak pihak lain pula untuk membayar pajak dia akan memperoleh reward yang sama seperti yang diperoleh si A. Dengan sistem ini, masyarakat merasa ada ketertarikan untuk membayar pajak. Menciptakan pemikiran bahwa membayar pajak merupakan suatu hal yang seru dan mengasyikkan.

Tentunya untuk melakukan hal ini tidak mudah. Diperlukan semacam kartu monitoring untuk mengawasi link ini. Diperlukan kerjasama yang baik antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah, serta pemerintah daerah dengan masyarakat di sekitarnya. Di sinilah point of control berperan. Untuk itu adanya penyuluh langsung ke masyarakat dianggap penting, Selain untuk memberikan pemahaman, pelaporan, persuasif, juga dapat senantiasa mengawasi distribusi jalannya pajak.

Dengan stimulus penyuluhan berbasis sosialisasi dan reward yang diberikan oleh pemerintah (internal) ini, diharapkan masyarakat (eksternal)  benar-benar memahami pajak dan fungsinya bagi kesejahteraan bangsa, merasa tertarik sehingga kesadaran masyarakat dalam membayar pajak dapat senantiasa meningkat.

About juliyatinputri

Saya adalah seorang putri Madura yang mencoba mengaktualisasikan diri melalui sebuah ketikan keyboard,,, berharap dapat menemukan telaga ilm

Posted on Oktober 23, 2009, in Pembangunan. Bookmark the permalink. 5 Komentar.

  1. wa…..
    keren-keren..
    akwkakwkawa..
    buatin dunk?…
    ehk salah ya.. hihihi bercanda kali tam

  2. wahhh,,,toni ne sengaja mampir atau kebetulan yah…hehe. jgn maksa muji ah ton…wkwkwkwkkk

  3. kok url / link blog ku belum dipasang? kate tukeran link di blogroll?!

  4. harusnya kan Pajak untuk orang kafir dan zakat untuk orang muslim……kalau kita muslim di suruh bayar pajak berarti kita juga termasuk kafir dunk….gmn tuh

    • mav sbelumnya baru blas. pajak dan zakat kan konteks yg berbeda. membayar pajak bkan berarti tidak berzakat bukan? kalo smuanya sama-sama dijalani kn sama-sama baik dan tidak merugikan. slain kita patuh trhadap agama, qta kn jg harus mengikuti peraturan di negara qta dg mmbayar pajak bkn?

Tinggalkan komentar